Memberikan Salam Kepada Yang Datang Lebih Awal
Hendaklah seseorang yang masuk ke sebuah majlis mengucapkan salam kepada mereka yang datang lebih awal. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda :
إِذَا انْتَهَى أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَجْلِسِ فَلْيُسَلِّمْ
“ Apabila salah salah seorang diantara kalian memasuki majlis maka ucapkanlah salam….” (Shahih Al Jami’ no. 400, Silsilah Ash Shahihah no. 183 dan Shahih Abu Daud karya Al Albani no. 4340)
Menjabat Tangan Guru & Menciumnya
Termasuk adab bagi para pencari ilmu adalah mencium tangan guru, sebagai bentuk penghormatan kepada para guru dan ustadz.
Dari Jabir radhiyallahu anhu, ia berkata :
أن عمر رضي الله عنه قام إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقبل يده
“Bahwa Umar bergegas menuju Rasulullah lalu mencium tangannya.” (HR. Ahmad dan Ibnul Muqri dalam Taqbilu Al Yad, Ibnu Hajar mengatakan, sanadnya Jayyid I / 18)
Dari Shofwan bin Assal radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “ Bahwa ada dua orang Yahudi bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam tentang tujuh ayat yang pernah diturunkan kepada Musa alaihissalam:
فقبلا يديه ورجليه وقالا: نشهد أنك نبي الله صلى الله عليه وسلم
“ Setelah dijawab mereka mencium tangan dan kaki Rasulullah lalu mereka berkata, kami bersaksi bahwa engkau adalah nabi.” (HR. At Tirmdizi, beliau berkata, Hasan Shahih, Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan di dalam At Talkhis sanadnya kuat V / 240)
Dari Usamah bin Syarik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :
قمنا إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقبلنا يده
“ Kami bertemu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam lalu kami mencium tangan beliau.” (HR. Ibnul Muqri dalam Taqbilul Yad, berkata Ibnu Hajar dalam Al-Fath sanad nya kuat)
Ibnu Muflih rahimahullah menyebutkan dalam kitabnya Al Adab Al Syariyyah:
فَأَمَّا تَقْبِيلُ يَدِ الْعَالِمِ وَالْكَرِيمِ لِرِفْدِهِ وَالسَّيِّدِ لِسُلْطَانِهِ فَجَائِزٌ
“ Adapun mencium tangan orang alim dan orang dermawan karena pemberiannya, serta pemimpin karena kekuasaannya, maka diperbolehkan.” (Kitab. Al Adab Asy Syariyyah II / 179)
Imam Nawawi rahimahullah, beliau berkata :
وَأَمَّا تَقْبِيْلُ الْيَدِ، فَإِنْ كَانَ لِزُهْدِ صَاحِبِ الْيَدِ وَصَلَاحِهِ، أَوْ عِلْمِهِ أَوْ شَرَفِهِ وَصِيَانَتِهِ وَنَحْوِهِ مِنَ الْأُمُوْرِ الدِّيْنِيَّةِ، فَمُسْتَحَبٌّ
“ Adapun mencium tangan, jika karena kezuhudan pemilik tangan dan kebaikannya, atau karena ilmunya, atau kemuliannya, keterjagaannya, dan sebagainya; berupa urusan-urusan agama, maka disunnahkan” (Kitab. Raudhatut Thalibin VII / 438)
Tidak Memberdirikan Orang Lain, Kemudian Ia Duduk Ditempat Itu
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda :
لاَ يُقِيمَنَّ أَحَدُكُمْ رُجُلاً مِنْ مَجْلِسِهِ ثُمَّ يَجْلِسُ فِيهِ, وَ لَكِنْ تَوَسَّعُوا وَ تَفَسَّحُوا
“ Janganlah seseorang diantara kalian membangunkan (memberdirikan) seseorang dari tempat duduknya, kemudian ia menduduki tempat tersebut. Akan tetapi, perluas dan berlapanglah dalam majlis..” (Shahih Bukhari no. 6270, Shahih Muslim no. 2177)
Karena yang demikian itu adalah sebuah tindakan tidak sopan dan kesombongan, membuat kegaduhan, serta bisa menyakiti hati anggota majlis yang lainnya.
Tidak Memisahkan Dua Orang Yang Sedang Duduk, Kecuali Atas Seizin Keduanya
Diantara adab bermajlis adalah tidak menyela atau memisahkan dua orang yang tengah duduk merapat, karena bisa mereka sedang berbicara penting atau rahasia yang tidak suka diketahui oleh oranglain.
Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam pernah bersabda :
لاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يُفَرِقَ بَيْنَ اثْنَيْنِ إِلاَّ بِإِذْنِهِمَا
“ Tidak halal bagi seseorang memisahkan dua orang {yang sedang duduk} kecuali dengan izin keduanya..” (HR. Abu Daud. Disebutkan syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 7656, Shahih Abu Daud Syaikh Al Albani no. 638)
Namun larangan ini tidak mutlak, seseorang boleh duduk diantara dua orang, dengan syarat : Izin keduanya atau memang keduanya membuat jarak dalam duduk sehingga memungkinkan untuk oranglain duduk ditengah – tengah antara keduanya.
Menjaga Adab-Adab Saat Duduk Di Dalam Majlis
Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairy rahimahullah, berkata mengenai hal ini :
“ Dan diantara adab ketika duduk dalam majlis adalah : duduk dengan tenang dan sopan, tidak banyak bergerak, tidak menautkan jari jemari, tidak bermain – main, tidak mempermainkan jenggot maupun cincinnya, tidak memasukkan jari – jarinya ke hidung ataupun menyela – nyela giginya, tidak banyak bicara, tidak banyak menguap dan meludah, tidak menyela orang yang tengah berbicara, berbicara dengan lembut dan sopan, serta adab – adab yang lainnya.” (Kitab : Minhajul Muslim hal. 97, Daar al_Aqidah)
Meminta Izin Saat Meninggalkan Majlis
Diantara adab dalam bermajlis, meminta izin kepada guru atau ustadz atau mungkin pemegang kendali majlis ketika meninggalkan majlis dan mengucapkan salam. Baik meninggalkan untuk sementara waktu, atau meninggalkan untuk tidak kembali lagi.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
فَإذَا أرَادَ أنْ يَقُومَ فَلْيُسَلِّمْ
“ Maka apabila ia hendak bangun (meninggalkan) majelis, hendaklah ia mengucapkan salam..” (Shahih Al Jami’ no. 400, Silsilah Ash Shahihah no. 183 dan Shahih Abu Daud karya Al Albani no. 4340)
Membaca Do’a Penutup Majlis
Jangan dilupakan…!!! Sebelum meninggalkan majlis ahlu majlis disunnahkan untuk membaca do’a kafaratul majlis. Disamping menetapi sunnah, ia juga bentuk kafarah atas kekhilafan selama bermajlis, baik berupa ucapan maupun perbuatan yang tidak baik.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda :
مَا مِنْ قَومٍ يَقُومُونَ مِنْ مَجْلِسٍ لاَ يَذْكُرُونَ اللهَ تَعَالَى فِيهِ إِلاَّ قَامُوا عَنْ مِثْلِ جِيْفَةِ حِمَارٍ
“ Tidaklah suatu kaum bangkit berdiri dari majlisnya tanpa mengingat Allah, kecuali kaum tadi bangkit bagaikan keledai…” (HR Abu Daud, Shahih Abu Daud karya Al Albani no. 4064)
Dari Abu Barzah radhiyallahu ‘anhu berkata, adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam apabila bangkit dari majlis, beliau mengucapkan {do’a} :
سُبْحَانَكَ اللُّهُمَّ وَ بِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ, أَسْتَغْفِرُكَ وَ أَتُوبُ إِلَيْكَ.
“ Subhaanakallaahumma wa bihamdika Asyhaduanlaailaha ilaa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika { Maha Suci Engkau ya Allah, aku memuji kepada_Mu, aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah kecuali Engkau. Aku meminta ampu dan bertaubat kepada_Mu}.”
Kemudian seseorang berkata :
يَا رَسُولَ اللهِ, إِنَّكَ لَتَقُولُ قَوْلاً مَا كُنْتَ تَقُولُهُ فِيْمَا مَضَى..؟؟؟ قال : ذَلِكَ كَفَّارَةٌ لِمَا يَكُونُ فِي الْمَجْلِسِ
“ Wahai Rasulullah, anda telah mengucapkan sesuatu yang belum pernah engkau ucapkan sebelumnya.” Kemudian beliau bersabda : “ Ucapan ini merupakan penghapus dosa yang terjadi ketika didalam majlis.” (HR. Abu Daud dalam Shahih Abu Daud syaikh Al Albani no. 4068)