MUQADDIMAH

Akhir-akhir ini kita sering menjumpai orang-orang yang gemar mengolok-olok Allah, Nabi-Nya, syiar-syiar Islam, sunnah-sunnah Nabi, dan syariat-Nya. Bahkan, tindakan ini kadang dilakukan secara terang-terangan dan dengan bangga. Seperti yang tengah viral belakangan ini, berupa konten yang menghina neraka—dan masih banyak contoh lainnya. Allahu Akbar.

Berbagai reaksi muncul atas perilaku biadab ini, mulai dari mencaci, membantah, hingga pada ancaman. Meski demikian, ada juga yang dingin tanpa reaksi. Hinaan dan olok-olokan terhadap agamanya tidak membuatnya bergeming, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Merekalah para pemuja dunia dan kenikmatannya.

Berkaitan dengan hal tersebut, kami memandang perlu menyampaikan pembahasan mengenai persoalan ini, agar kita bisa berhati-hati terhadap perbuatan istihza’ serta mampu memberikan sikap yang tepat atas perilaku biadab tersebut.

PENGERTIAN ISTIHZA’

Ibnu Mandhur rahimahullah, berkata: “Istihza secara bahasa adalah sukhriyah, yaitu melecehkan.” (Lisanul Arab Ibnul Mandhur I / 183, Al Mishbaahul Munir hal. 787)

Adapun Imam Al Baidhawi rahimahullah, mengatakan: “Istihza’ artinya pelecehan atau penghinaan.” (Tafsier Al Baidhaawi I / 26)

Kesimpulan: dari penjelasan di atas, istihza’ dapat diartikan sebagai pelecehan dan penghinaan dalam bentuk olok-olok dan kelakar.

JENIS JENIS LAFADZ ISTIHZA’

Lafadz Istihza’ itu ada dua jenisnya, yakni :

  • Lafazh Sharih (Jelas)

Istihza’ sharih yaitu perkataan yang jelas, seperti : “Al Quran ini itu…” atau olokan pada personal “Dia itu begini, begitu…”

  • Lafazh Ghairu Sharih (Tidak Jelas)

Ejekan dan olok-olokan dalam bentuk isyarat tubuh. Misalnya : menjulurkan lidah, mencibir bibir, menggerakkan tangan atau anggota tubuh lainnya.

HUKUM ISTIHZA

Perbuatan istihza’ atau olok  olokan secara hukum menurut ulama dibagi menjadi dua, yakni:

  • Istihza’ Personal

Yakni mengolok  olok personal atau seorang, baik ulama, umara (pemimpin muslim) maupun muslim muslimah lain secara umum yang tidak ada kaitannya dengan agama atau syariat, seperti mengolok  olok fisik, keilmuannya, dunianya dan lainnya. (Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baz terhadap Fathul Majid hal. 526)

Istihza‘ yang semacam ini hukumnya dosa kecil atau dosa besar sesuai dengan perilaku dan perbuatannya dan tidak menyebabkan kekufuran. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٞ مِّن قَوۡمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُواْ خَيۡرٗا مِّنۡهُمۡ وَلَا نِسَآءٞ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيۡرٗا مِّنۡهُنَّۖ وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَٰبِۖ بِئۡسَ ٱلِٱسۡمُ ٱلۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِيمَٰنِۚ وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ  ١١

 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena boleh Jadi yang diolok-olok itu lebih baik dari mereka yang mengolok-olok. dan jangan pula wanita-wanita mengolok-olok wanita lainnya, karena boleh Jadi yang diolok-olok itu lebih baik dari yang mengolok-olok.” (QS. Al Hujurat: 11)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:

سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ, وَ قِتَالُهُ كُفْرٌ

“Mencela seorang muslim adalah perbuatan fasiq, sedang membunuhnya adalah kekufuran.” (HR. Bukhari 6044, disebutkan pula dalam Adabul Mufrad 431, Muslim 64, At Tirmidzi 1983, An Nasai VII / 122, Ahmad I / 385)

  • Istihza’ Terhadap Allah & Agama-Nya
Baca Juga:  Tafsir Al-Fatihah Ayat 2: Alhamdulillah, Senandung Syukur dari Insan yang Mengenal Rabb-nya

Perbuatan istihza’ atau mengolok-olok Allah dan syariat-Nya. Istihza‘ ini berbeda, mulai dari fasik sampai pada tingkatan bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam.

Allat Taala berfirman: 

وَلَئِن سَأَلۡتَهُمۡ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلۡعَبُۚ قُلۡ أَبِٱللَّهِ وَءَايَٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمۡ تَسۡتَهۡزِءُونَ  ٦٥ لَا تَعۡتَذِرُواْ قَدۡ كَفَرۡتُم بَعۡدَ إِيمَٰنِكُمۡۚ. . . ٦٦

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya Kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.” (QS. At Taubah : 65  66)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Abu Syaikh serta perawi yang lainnya dari Ibnu Umar radhiyallahu anhu, ia berkata:

قَالَ رَجُلٌ في غزوة تبوك في مجلس(٣) مَا رَأَيْتُ مِثْلَ قُرائنا هَؤُلَاءِ أَرغبَ بُطُونًا وَلَا أكذبَ أَلْسُنًا وَلَا أَجْبَنَ عِنْدَ اللِّقَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ فِي الْمَسْجِدِ: كذبتَ وَلَكِنَّكَ مُنَافِقٌ. لَأُخْبِرَنَّ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ  فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ وَنَزَلَ الْقُرْآنُ. قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ: وَأَنَا رَأَيْتُهُ مُتَعَلِّقًا بحَقَب نَاقَةِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ تَنكُبُه(٤) الْحِجَارَةُ(٥) وَهُوَ يَقُولُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ. وَرَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ

“Suatu hari pada Ghazwah Tabuk (perang tabuk) ada seorang yang berkata dalam satu majlis: “Tiada pernah kami lihat orang yang paling buncit perutnya, paling dusta ucapannya dan paling pengecut ketika ketemu musuh kecuali ahlu baca (Al Quran) ini. Maka berdirilah seorang dalam majlis itu sembari berkata: Engkau berdusta.! bahkan engkau yang munafik, sungguh akan aku sampaikan hal ini kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasalam. Maka sampailah kabar itu kepada Rasulullah, kemudian turunlah Al Quran (At Taubah: 65-66). Shahabat Abdullah bin Umar melanjutkan: Aku melihatnya ia berpegangan kepada pelana untanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dengan tersandung  sandung batu ia berkata: Ya Rasulullah, sebenarnya kami hanyalah bermaksud bersendau gurau dan main  main saja. Dan Nabi shalallahu alaihi waslam membacakan: Apakah kepada Allah, ayat  ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu berolok  olok.” (Tafsir Ibnu Katsir II / 454)

Asy Syaikh Abdurrahman As Sadi katanya: “Barangsiapa yang mengolok-olok sesuatu dari kitab Allah atau Sunnah Rasul-Nya yang shahih atau melecehkannya atau merendahkannya maka dia telah kafir terhadap Allah Yang Maha Besar.” (Taisir Al Karimir Rahman, 343)

Bahkan Asy Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan: “Barangsiapa yang mengolok-olok salah satu dari Sunnah berarti ia mengolok-olok semuanya, karena yang terjadi pada orang tersebut (pada kisah di atas-red) bahwa mereka mengolok-olok Rasul dan para sahabatnya sehingga turunlah ayat ini. Kalau begitu mengolok-olok perkara ini saling terkait.” (Kitabut Tauhid, 39)

LARANGAN DUDUK BERSAMA MUSTAHZI’IN (PELAKU OLOK-OLOK AGAMA)

Tidak hanya istihza’ yang dilarang, tetapi juga duduk-duduk bersama mereka, atau menikmati konten mereka, kecuali dengan tujuan mulia seperti dakwah atau amar ma’ruf nahi munkar atau maksud baik lainnya.

Mengenai larangan ini Allah Taala berfirman:

وَقَدۡ نَزَّلَ عَلَيۡكُمۡ فِي ٱلۡكِتَٰبِ أَنۡ إِذَا سَمِعۡتُمۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ يُكۡفَرُ بِهَا وَيُسۡتَهۡزَأُ بِهَا فَلَا تَقۡعُدُواْ مَعَهُمۡ حَتَّىٰ يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ غَيۡرِهِۦٓ إِنَّكُمۡ إِذٗا مِّثۡلُهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ جَامِعُ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ وَٱلۡكَٰفِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا  ١٤٠

Baca Juga:  Fiqih Kurban - Bagian ke-6: Pembagian Daging Kurban

“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), Maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam.” (QS. An Nisaa: 140)

Syaikh Abdurrahman As Sadi rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya: “Allah telah menjelaskan dari apa yang telah diturunkan kepadamu- hukum syarie menghadiri majlis-majlis kufur dan kemasyiatan, akan keharamannya.” (Taisir Karimir Rahman hal. 228)

SEBAB SEBAB PERILAKU ISTIHZA‘ TERHADAP AGAMA

Ada beberapa sebab terjadinya perbuatan istihza atau olok-olokan, baik yang dilakukan kaum kuffar maupun kaum munafiqin, antara lain :

  • Kebencian dan Kedengkian Terhadap Islam

Istihza’ yang dilakukan kaum kafirin biasanya dilatar belakangi kebencian dan kedengkian terhadap agama Islam. Karena memang mereka sudah bertekad akan senantiasa menjerumuskan dan membuat makar terhadap kaum muslimin, sampai mereka mengikuti agama mereka. 

وَلَن تَرۡضَىٰ عَنكَ ٱلۡيَهُودُ وَلَا ٱلنَّصَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمۡۗ قُلۡ إِنَّ هُدَى ٱللَّهِ هُوَ ٱلۡهُدَىٰۗ . . . ١٢٠

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar).” (QS. Al Baqarah: 120)

  • Kebodohan

Yang ini biasanya dilakukan oleh kaum munafikin yang bodoh, mereka tiada mengetahui batas-batas yang benar dan yang salah, boleh dan tidak serta baik dan buruk. Sehingga tak ayal merekapun sering melakukan perbuatan olok-olok ini tanpa mereka ketahui akibat dan bahayanya.

  • Suka Bercanda dan Banyak Bicara

Sebab lain dari perilaku olok-olok terhadap agama adalah karena gemar bercanda (ngelawak) dan banyak bicara.

Rasulullah shalallahu alaihi wasalam telah memperingatkan bahaya perbuatan ini dalam sabdanya:

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلمَةِ مِنْ سُخْطِ اللهِ, مَاكَانَ يَظُنُّ أنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ, يَكْتُبُ اللهُ لَهُ بِهَا سُخْطَهُ إِلَى يَوْمٍ يُلْقاَهُ

“Sesungguhnya seseorang berbicara dengan sebuah perkataan yang menyebabkan murkanya Allah , yang ia tidak mengira sampai demikian, kemudian Allah menetapkan kemurkaan baginya sampai datangnya hari qiyamat.” (HR. Ibnu Majah 3969, Ahmad III / 469)

Sayyidina Umar bin Khathab radhiyallahu ’anhu, berkata:

مَنْ كَثُرَ كَلاَمُهُ, كَثُرَ سَقَطُهُ. وَمَنْ كَثُرَ سَقَطُهُ كَثُرَتْ ذُنُوبُهُ. وَمَنْ كَثُرَ ذُنُوبُهُ  كَانَتِ النَّارُ أَوْلىَ بِهِ

”Barangsiapa banyak omong, maka banyak salahnya. Barangsiapa banyak salahnya, maka banyak dosanya. Barangsiapa banyak dosanya, maka nerakalah yang pantas untuknya.” (Tazkiyatun Nafs hal. 33)

PENUTUP

Semoga tulisan ini dapat membuat kita lebih berhati-hati dari perbuatan gemar mengolok-olok, terlebih terhadap Allah dan agama-Nya. Semoga pula kita mampu menutup segala pintu yang dapat menjadi sebab terjadinya perbuatan hina tersebut.

Dan semoga tulisan ini menjadi wasilah bagi siapa pun yang terjerumus dalam perbuatan mengolok-olok, agar mendapatkan hidayah dari Allah Ta‘ala dan menghentikan seluruh perbuatannya. Sebab, olok-olokan terhadap agama bisa menjadi sebab binasa dan celakanya seorang hamba.

Wallahu Alam Bish Shawwab