Pada masa modern ini, tantangan untuk menjaga hati agar tetap qana’ah (menerima pemberian Allah) semakin berat. Media sosial telah menjadikan jangkauan informasi dan interaksi sosial menjadi sangat luas.

Namun sayangnya, kecanggihan teknologi justru memberi peluang besar terbukanya pintu perbandingan sosial yang kurang sehat.

Masyarakat dicekoki budaya hedonisme, sebuah pandangan yang menganggap bahwa setiap kesenangan dan kenikmatan dalam bentuk materi merupakan tujuan utama dalam hidup seseorang.

Serangkaian tindakan flexing alias pameran kehidupan serba mewah nan glamor banyak sekali terpampang di media sosial. Padahal perilaku semacam ini sangat mudah merangsang rasa iri hati seseorang dan memancing rasa ketidakpuasan.

Tidak pernah merasa cukup dengan apa yang sudah dimiliki. Baru punya motor sudah ngiler pengen punya mobil. Sudah punya motor dan mobil, masih pengen lagi yang berbahan bakar listrik. Begitu terus tidak ada habisnya. Bahkan pesawat pun dia inginkan. Begitulah sifat dasar manusia.

Dari Ibnu ‘Abbas, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا ، وَلاَ يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ

“Seandainya manusia diberi dua lembah berisi harta, tentu ia masih menginginkan lembah yang ketiga. Yang bisa memenuhi dalam perut manusia hanyalah tanah. Allah tentu akan menerima taubat bagi siapa saja yang ingin bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6436)

Melihat Yang Di Bawah

Sikap yang seharusnya dimiliki setiap muslim agar terjaga rasa qana’ahnya adalah dengan melihat ke bawah dalam urusan harta. Dengan seperti ini akan lebih mudah untuk bersyukur. Bahwa masih banyak kita temukan orang-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Jangankan kendaraan, untuk makan sehari-hari saja harus ngutang sana sini. Tidak sedikit pula yang terpaksa tinggal di kolong-kolong jembatan, tidur di halaman toko milik orang karena tidak punya rumah.

Coba perhatikan nasihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat Abu Dzar radiyallahu ‘anhu. Abu Dzar berkata,

Baca Juga:  5 Kondisi Tergesa-Gesa yang Tidak Dilarang, Bahkan Dianjurkan

أَمَرَنِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ أَمَرَنِي بِحُبِّ الْمَسَاكِينِ وَالدُّنُوِّ مِنْهُمْ وَأَمَرَنِي أَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ دُونِي وَلَا أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقِي

“Kekasihku yakni Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah tujuh perkara padaku, (di antaranya): [1] Beliau memerintahkanku agar mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka, [2] beliau memerintahkanku agar melihat orang yang berada di bawahku (dalam masalah harta dan dunia), juga supaya aku tidak memperhatikan orang yang berada di atasku. …” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Melihat Ke Bawah = Melatih Rasa Syukur

Seorang muslim yang memiliki sikap seperti ini, dia akan lebih mudah untuk bersyukur dan tidak meremehkan atas setiap nikmat yang Allah berikan kepadanya.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

انظروا إلى من هو أسفل منكم ولا تنظروا إلى من هو فوقكم ، فهو أجدر أن لا تزدروا نعمة الله عليكم

“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketika dia melihat tetangganya juragan tanah, rumahnya besar dan mewah, mungkin akan terbesit pikiran, “wah rumahnya bagus. Lebih bagus dari rumahku”. Namun ketika melihat ke bawah, ternyata masih banyak tetangganya yang rumahnya ngontrak, ada yang tinggal di kolong jembatan, maka dia berkata, “wah, ternyata aku masih lebih beruntung.”

Dengan melihat ke bawah, maka semakin mudah rasanya untuk ridho dengan apapun pemberian Allah. Tidak cemas ketika hp androidnya versi lama meskipun tetangga-tetangganya sudah punya versi baru. Tidak panik ketika motor bututnya disandingkan dengan motor tetangganya yang mahal dan cc.nya besar. Sebab dia sadar, hp yang dia miliki adalah keinginan orang-orang yang ketika anaknya dapat tugas dari sekolah harus menahan malu karena selalu numpang hp tetangga. Motor butut yang dikendarai adalah keinginan mereka yang kemana-mana terpaksa jalan kaki.

Baca Juga:  Fiqih Kurban - Bagian ke-6: Pembagian Daging Kurban

Lihatlah Orang yang di Atas dalam Urusan Akhirat

Iri seharusnya diletakkan dalam urusan akhirat. Atau yang lebih masyhur disebut ghibtah. Sebab syari’at memerintahkan kita untuk berlomba-lomba dalam urusan ini.

Allah Ta’ala berfirman,

فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا

“Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS. Al Ma’idah: 48)

Terkait hal ini, ada nasihat menarik yang disampaikan Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah. Beliau berkata,

إذا رأيت الرجل ينافسك في الدنيا فنافسه في الآخرة

“Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam masalah dunia, maka unggulilah dia dalam masalah akhirat.”

Ini di muat dalam Az-Zuhd karya Ibnu Abid Dunya 229.

Kesimpulan

Maka sudah saatnya kita mengubah cara berpikir yang keliru. Perlombaan yang haqiqi adalah perlombaan dalam urusan akhirat. Jangan dibolak balik. Nafsu ingin mengungguli orang lain dalam urusan dunia sangat besar, tapi dalam urusan akhirat merasa tenang jika diungguli orang lain.

Lihat saja, faktanya masih banyak diantara kita yang rela memberikan shaf shalat bagian depan untuk orang lain dan lebih memilih shaf belakang. Apalagi saat shalat Jum’at.

Dalam hal sedekah, betapa banyak diantara kita yang biasa-biasa saja ketika melihat orang lain bisa bersekah dengan nilai yang besar jauh di atas sedekah kita. Padahal kita juga mampu.

Dan di saat yang sama, ketika kembali membuka layar hp, membuka media sosial, betapa lincahnya lisan ini memuji-muji orang-orang yang bergelimang harta dan hidup dalam kemewahan dunia. Dan akhirnya hilang kembali rasa qana’ahnya, hilang pula rasa syukurnya karena merasa menjadi orang yang paling menderita. Na’udzubillahi min dzalik

Untuk itu, perbanyaklah do’a yang diajarkan nabi berikut ini,

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى

“Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina” (Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf dan ghina) (HR. Muslim)

di surga-Nya. Aamiin…..