Dalam aqidah Islam kita mengenal bahwa dosa itu ada dua, yakni dosa kecil dan dosa besar. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
إِن تَجۡتَنِبُواْ كَبَآئِرَ مَا تُنۡهَوۡنَ عَنۡهُ نُكَفِّرۡ عَنكُمۡ سَيِّئَاتِكُمۡ وَنُدۡخِلۡكُم مُّدۡخَلٗا كَرِيمٗا ٣١
Artinya: ”Jika kamu menjauhi dosa – dosa besar di antara dosa – dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan – kesalahanmu dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia ( surga ).” (QS. An Nisaa’ : 31)
Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairy mengatakan, bahwa kesalahan atau dosa yang dihapus pada ayat ini adalah dosa-dosa kecil. (Aisaru At-Tafasir)
Dosa besar adalah dosa yang pelakunya diwajibkan melakukan taubatan nasuha, dengan memenuhi berbagai syarat. Menurut imam adz-Dzahaby rahimahullah, ia terdiri lebih dari 70 macam dosa (lebih lanjut silahkan baca al-Kabair Li adz-Dzahaby). Sedangkan dosa kecil adalah setiap dosa yang mengantarkan kepada terjadinya dosa besar. Dosa kecil InsyaAllah bisa terhapus dengan istighfar dan melakukan amalan – amalan lainnya.
Patah Tulang, Kaki Terkilir
Dosa besar itu ibarat tulang yang patah—untuk memulihkannya diperlukan waktu yang lama dan rasa sakit yang mendalam. Dibutuhkan perjuangan keras serta disiplin yang tinggi. Sekalipun sembuh, kadang tidak bisa pulih seperti semula, bahkan bisa kambuh sewaktu-waktu.
Adapun dosa kecil, ia ibarat luka pada daging akibat tertusuk duri atau kaki yang terkilir—akan cepat sembuh begitu benda tersebut dicabut dari dalam tubuh. Namun, dosa kecil yang dibiarkan begitu saja, lama-kelamaan bisa berkembang menjadi dosa besar yang menghancurkan pelakunya, sebagaimana duri yang tidak segera dicabut dapat menimbulkan akibat fatal: terputusnya urat, infeksi, atau dampak berbahaya lainnya.
Hujan Berawal dari Gerimis
Dalam bahasa Jawa, ada pepatah: “Kriwikan dadi grojogan.”
Makna dari pepatah ini adalah bahwa tidak ada sesuatu yang besar kecuali dimulai dari sesuatu yang kecil terlebih dahulu.
Demikian pula halnya dengan dosa. Tidak ada dosa besar kecuali dimulai dan disebabkan oleh dosa kecil lebih dulu. Dosa zina, misalnya, diawali dengan mengumbar pandangan. Judi dan taruhan pun bermula dari permainan tanpa taruhan. Dan demikian seterusnya.
Satu hal lagi yang perlu kita ingat, bahwa sesungguhnya dosa kecil itu sewaktu – waktu bisa berubah menjadi dosa besar lantaran beberapa hal, antara lain :
1. Dilakukan Terus Menerus
Sungguhpun dosa kecil, tapi kalau ia dilakukan secara terus menerus dan tanpa ada upaya untuk melakukan taubat, maka ia akan menjadi menggunung, sehingga menjadi tumpukan dosa besar.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
بَلَىٰۚ مَن كَسَبَ سَيِّئَةٗ وَأَحَٰطَتۡ بِهِۦ خَطِيٓئَتُهُۥ فَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ٨١
Artinya: “(Bukan demikian), yang benar : Barangsiapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah: 81)
Sedang Rasululah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:
لاَ كَبِيْرَةَ مَعَ الاِسْتِغْفَارِ وَ لاَ صَغِيْرَةَ مَعَ الإِصْرَارِ
“Tidak ada dosa besar apabila segera diikuti dengan taubat, dan tidak ada dosa kecil apabila dilakukan secara terus – menerus.” (Disebutkan Imam Ibnu Qudamah didalam kitab beliau Minhajul Qashidin)
Ada banyak sebab kenapa dosa dilakukan terus – menerus, antara lain karena kebodohan seorang terhadap dosa, sehingga seseorang tidak bisa membedakan mana dosa dan mana yang bukan. Bisa juga disebabkan karena dosa tersebut telah membudaya dan mentradisi di tengah – tengah masyarakat. Naudzubillahi mindzalik.
2. Ketika Diremehkan
Disekitar kita, yang namanya meremehkan dosa bukanlah sesuatu yang langka. Banyak sekali perilaku ini, terbukti banyaknya manusia yang berani melakukannya dosa secara terang – terangan, bahkan kadang ada yang merasa bangga dengan dosa yang diperbuat, meski dosa yang mereka perbuat cukup besar seperti meninggalkan shalat, meninggalkan shaum dan lainnya.
Padahal apabila dosa diremehkan, maka seketika itu berubah menjadi dosa besar yang membahayakan.
Sebagaimana satu riwayat dari shahabat Abdulah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:
إيَّاكم وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ فَإِنَّهُنَّ يَجْتَمِعْنَ عَلَى الرَّجُلِ حَتَّى يُهْلِكْنَهُ
“Waspadalah kalian terhadap dosa-dosa kecil yang dianggap sepele. Karena sesungguhnya dosa-dosa tersebut akan berkumpul pada seseorang hingga akhirnya membinasakannya.”
Dan Rasulullah ﷺ memberikan permisalan tentang dosa-dosa kecil itu, seperti suatu kaum yang singgah di suatu tanah lapang. Ketika tiba waktu mereka memasak, mulailah seseorang pergi mengambil sebatang ranting, lalu yang lain juga membawa sebatang ranting, hingga mereka mengumpulkan tumpukan kayu, kemudian menyalakan api, lalu mereka memasak apa yang ingin mereka masak dengan api tersebut. (HR. Ahmad, Tafsier Ibnu Katsier I / 149)
Beda Dulu Beda Sekarang
Shahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ’anhu berkata kepada para murid – muridnya: ”Sesungguhnya mereka (Para shahabat) melihat dosa mereka bagaikan seorang yang berdiri di bawah bukit, yang senantiasa diliputi kekhawatiran akan runtuhnya bukit tersebut. Sedangkan kalian, melihat dosa – dosa kalian, seperti seorang yang berada diatas puncak gunung, yang melihat segala sesuatu tampak kecil.” (Minhajul Qasidin Ibnu Qudamah)
Bahaya Menghalalkan Dosa
Dosa seremeh dan sekecil apapun, kalau pelakunya sudah menghalalkannya, maka ia akan berubah menjadi dosa besar. Bahkan bisa lebih parah lagi, yakni mengakibatkan pelakunya menjadi kafir atau keluar dari Islam, meski ia menganggap dirinya sebagai seorang muslim.
Syaikh Abdul Majid Az Zindany rahimahullah berkata: ”Diantara yang menyebabkan seorang murtad dari Islam adalah menghalalkan dosa.” (Kitabul Iman Syaikh Abdul Majid Az SZandany Bab. Nawaqidhul Iman)
3. Dilakukan Oleh Publik Figur
Seorang publik figur, baik ia seorang umara’ (pemimpin) maupun ulama’, semestinya menjadi teladan yang baik bagi masyarakat. Sebab, ucapan dan tindakan mereka kerap dijadikan panutan oleh banyak orang. Oleh karena itu, pemimpin dan ulama’ harus berhati-hati dalam berbicara dan bersikap.
Ingatlah, jika dosa dilakukan oleh orang biasa, maka dampaknya cenderung terbatas pada diri pelaku itu sendiri. Misalnya, jika seorang rakyat mencuri, berzina, atau melakukan maksiat lainnya, kerusakannya hanya akan mengenai dirinya.
Namun, jika dosa dilakukan oleh seorang ulama atau tokoh panutan—apalagi seorang pemimpin umat—maka kerusakannya bisa meluas. Ia bukan hanya mencelakakan dirinya sendiri, tapi juga bisa menyesatkan banyak orang. Sebab, perbuatan dosanya bisa dianggap sebagai pembenaran atau dalih oleh masyarakat untuk melakukan hal yang serupa.
Dari Abu Amr Jarir bin Abdillah radhiyallahu ’anhu, adalah Rasulullah shalallahu ’alaihi wasalam telah bersabda:
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كُتِبَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ.
”Barangsiapa memberi contoh (memulai) sesuatu yang buruk, maka ia akan mendapatkan dosa yang sama sebagaimana dosa orang – orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikitpun dosa orang yang melakukannya.” (HR. Muslim 176, dalam kitab Riadhus Shalihin Imam An Nawawi)
4. Mujaharah: Dilakukan Secara Terang-Terangan
Sesungguhnya setiap hamba telah Allah Ta’ala berikan tutupan atas dosa – dosa dan aibnya. Namun ketika seseorang melakukan mujaharah atau menceritakan dosa, berarti ia sendiri telah membuka tutup tersebut.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shalallahu ’alaihi wasalam bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ فَيَقُولَ: يَا فُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ.
“Seluruh umatku akan diampuni, kecuali orang-orang yang terang-terangan (berbuat dosa). Dan termasuk perbuatan terang-terangan adalah seseorang melakukan suatu perbuatan (dosa) di malam hari, lalu pagi harinya, padahal Allah telah menutupinya, ia berkata: ‘Wahai fulan, tadi malam aku telah melakukan ini dan itu,’ padahal ia telah bermalam dalam lindungan (ampunan) Allah, namun di pagi hari ia justru membuka (aib) yang telah ditutup oleh Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim, disebutkan Imam An Nawawy dalam Kitab beliau Riadhush Shalihin no. 246)
Perbuatan mujaharah hari ini juga sudah cukup banyak, banyak pelaku dosa yang suka menceritakan dosa – dosanya, bukan maksud untuk meminta fatwa atau bertaubat, tapi semata – mata membangga – banggakan dosa yang telah dan tengah dia perbuat. Naudzubillahi mindzalik.
Khatimah
Demikianlah beberapa perkara yang bisa merubah dosa kecil menjadi besar. Mudah – mudahan Allah senantiasa membimbing kita, sehingga kita dimampukan-Nya untuk menghindarkan diri dari seluruh dosa, serta menjauhi segala hal yang bisa merubah status dosa dari kecil menjadi besar. Amin Ya Rabbal ’Alamin…