Teras, 19 Juli 2025 — Kajian rutin bulanan program SAMARA (Sakinah Mawaddah Warahmah) yang digelar Jamaah Al Furqon Ring Timur kembali terlaksana. Kegiatan ini diadakan Sabtu sore, 19 Juli 2025, bertempat di Masjid Riyadhusshalihin, Kalicebong, Teras, dan diikuti oleh jamaah dari empat cabang: Banyudono I, II, III, dan Teras Utara.

Dalam kesempatan ini, Ustadz Abu Fatiah membawakan materi bertema “Tiga Level Pernikahan”, yang mengurai secara mendalam tiga jenis motivasi seseorang dalam membangun rumah tangga: biologis, kultural, dan spiritual.

1. Biological Marriage: Pernikahan karena Dorongan Fisik

Ustadz Abu Fatiah menjelaskan bahwa motivasi paling dasar dan alamiah dari pernikahan adalah faktor biologis. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi ﷺ yang menyebutkan bahwa wanita dinikahi karena empat hal: kecantikan, harta, nasab, dan agama. Tiga dari empat aspek tersebut merupakan faktor biologis dan duniawi.

Beliau juga mengutip salah satu sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah , maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400).

Namun, beliau mengingatkan bahwa menjadikan unsur biologis sebagai satu-satunya dasar pernikahan adalah keliru. Karena kecantikan akan memudar, harta bisa sirna, dan fisik akan menua. Maka pernikahan yang dibangun hanya di atas faktor ini tidak akan langgeng. Bahkan seorang salaf pernah mengingatkan, siapa yang menikah hanya karena kekayaan, kecantikan, atau nasab, maka Allah akan membalasnya dengan kemiskinan dan kehinaan. Sebaliknya, pernikahan akan mengundang kemuliaan dan mendatangkan rezeki yang barakah manakala dilandasi obsesi akhirat. (lihat dalam hilyatul auliya’, ۷/289)

2. Cultural Marriage: Menikah karena Pertimbangan Sosial dan Teknis

Baca Juga:  RAKERDA’ 2025: Dua Dekade Lebih, Al-Furqon Terus Bertumbuh dan Menjadi Lentera Umat

Level kedua adalah pernikahan berbasis budaya, adat, dan faktor teknis. Menurut Ustadz Abu Fatiah, menikah tidak hanya menyatukan dua insan, tapi juga dua keluarga besar yang membawa latar budaya, cara pandang, kebiasaan, hingga selera makan yang berbeda.

Dalam realita rumah tangga, banyak energi yang terkuras bukan karena perbedaan ideologis, tapi justru karena hal-hal teknis dan keseharian seperti jarak domisili keluarga, perbedaan selera makanan, hingga gaya pesta pernikahan. Oleh sebab itu, beliau menekankan pentingnya kemampuan bernegosiasi dan toleransi dalam pernikahan. Karena kesesuaian sempurna nyaris mustahil, maka penyesuaian adalah kunci.

Contoh-contoh nyata pun disampaikan beliau, seperti kasus pernikahan lintas provinsi bahkan lintas negara yang menimbulkan beban logistik dan sosial di kemudian hari. Ustadz Abu Fatiah mengingatkan agar pertimbangan kultur dan teknis ini dipikirkan masak-masak sebelum melangkah ke jenjang pernikahan.

3. Spiritual Marriage: Menuju Pernikahan yang Bernilai Surga

Pernikahan yang paling tinggi derajatnya adalah yang didasari oleh misi akhirat. Inilah pernikahan yang tidak hanya bertujuan membangun kebahagiaan dunia, tapi juga mengharap kebersamaan di surga. Pasangan yang seperti ini memiliki semangat untuk saling menasihati, sabar dalam ujian, dan menjadikan rumah tangga sebagai jalan menuju ridha Allah.

Pasangan yang berada di level ini memiliki semangat untuk saling menasihati, bersabar dalam ujian, dan saling mendekatkan kepada Allah. Ustadz Abu Fatiah menekankan bahwa cinta yang dibangun di atas landasan takwa akan diberi keberkahan, kekuatan, dan keabadian di sisi Allah.

Beliau mengutip sabda Nabi ﷺ sebagai gambaran indah praktik spiritual marriage dalam kehidupan rumah tangga:

رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ ، فَصَلَّى وَأيْقَظَ امْرَأَتَهُ ، فَإنْ أبَتْ نَضَحَ في وَجْهِهَا المَاءَ ، رَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ ، فَصَلَّتْ وَأيْقَظَتْ زَوْجَهَا ، فَإن أبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ المَاءَ )) رواه أَبُو داود بإسناد صحيح

“Allah merahmati seorang lelaki yang bangun pada malam hari, lalu ia shalat dan membangunkan istrinya. Jika istrinya menolak, ia memercikkan air ke wajahnya. Allah juga merahmati seorang perempuan yang bangun pada malam hari, lalu ia shalat dan membangunkan suaminya. Jika suaminya menolak, ia pun memercikkan air ke wajahnya.” (HR. Abu Daud, sanad sahih)

Baca Juga:  Satgas Al-Furqon Ikuti Diklat Dasar Snake Rescue & Education bersama Exalos Indonesia

Hadits ini menggambarkan rumah tangga yang dipenuhi semangat saling mengingatkan dalam ketaatan, bukan hanya dalam kenyamanan dunia.

Namun sebaliknya, pasangan yang hanya membangun cinta atas dasar duniawi, tanpa fondasi iman dan takwa, justru akan saling bermusuhan di akhirat kelak. Ustadz Abu Fatiah menukil firman Allah:

ٱلْأَخِلَّآءُ يَوْمَئِذٍۭ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا ٱلْمُتَّقِينَ

Artinya: “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67)

Maka, spiritual marriage adalah bentuk pernikahan tertinggi: pernikahan yang menuntut keteguhan dalam visi akhirat, kemurnian niat, dan kesungguhan dalam membangun cinta karena Allah. Rumah tangga seperti inilah yang akan Allah abadikan kebersamaannya, tidak hanya di dunia, tetapi juga di surga-Nya.

Samara
Ustadz Abu Fatiah Al-Adnani saat mengisi kajian SAMARA Al Furqon.

Alhamdulillah, kajian berjalan dengan lancar dan mendapat sambutan hangat dari para peserta. Program rutin bulanan ini menjadi bagian dari ikhtiar Jamaah Al Furqon dalam memberikan bimbingan keluarga muslim agar mampu membangun rumah tangga yang kokoh di atas landasan syariat dan ketakwaan. Kajian ini terbuka untuk umum, baik ikhwan maupun akhwat, dan diharapkan menjadi wadah pembelajaran bersama menuju kehidupan pernikahan yang lebih berkah dan bernilai akhirat. Semoga ilmu yang dibagikan menjadi amal jariyah dan inspirasi bagi keluarga-keluarga menuju pernikahan yang bernilai surga.