Secara umum, sikap tergesa-gesa adalah perilaku dan akhlak tercela yang kerap melahirkan banyak keburukan. Tak jarang, sikap tergesa-gesa membuat seseorang salah dalam mengambil langkah, pekerjaan pun tak terselesaikan dengan baik, dan akhirnya berujung pada penyesalan.

Karena itulah, Allah melarang sikap tergesa-gesa. Misal, tergesa-gesa ketika membaca Al-Qur’an, Allah ﷻ berfirman:

لَا تُحَرِّكۡ بِهِۦ لِسَانَكَ لِتَعۡجَلَ بِهِۦٓ  ١٦

Artinya: “janganlah kamu menggerak-gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak tergesa-gesa (cepat) ingin menguasainya.” (QS. Al-Qiyamah: 16)

Ayat ini turun sebagai teguran Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ yang sangat bersemangat ingin segera menghafalkan wahyu Al-Qur’an, sampai-sampai beliau terburu-buru menggerakkan lisan beliau dan menyambut bacaan Jibril sebelum Jibril menyelesaikan bacaannya. (lihat Tafsir Ibnu Katsir pada surat Al-Qiyamah ayat ke-16)

Ada pula ayat lainnya yang menunjukkan buruknya sikap tergesa-gesa. Allah ﷻ berfirman:

وَيَدۡعُ ٱلۡإِنسَٰنُ بِٱلشَّرِّ دُعَآءَهُۥ بِٱلۡخَيۡرِۖ وَكَانَ ٱلۡإِنسَٰنُ عَجُولٗا  ١١

Artinya: “Dan manusia (sering) berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia (biasa) berdoa untuk kebaikan. Dan manusia adalah (makhluk yang) tergesa-gesa.” (QS. Al-Isrā’: 11)

Tetapi, ternyata tidak setiap tergesa-gesa itu buruk. Bahkan ada beberapa diantaranya yang dianjurkan. Sebagaimana perkataan Hatim al Asham rahimahullah, ia berkata:

العَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ إِلَّا فِي خَمْسٍ: إِطْعَامُ الطَّعَامِ إِذَا حَضَرَ الضَّيْفُ، وَتَجْهِيزُ الْمَيِّتِ إِذَا مَاتَ، وَتَزْوِيجُ الْبِكْرِ إِذَا أَدْرَكَتْ، وَقَضَاءُ الدَّيْنِ إِذَا وَجَبَ، وَالتَّوْبَةُ مِنَ الذَّنْبِ إِذَا أَذْنَبَ

Artinya: “Tergesa-gesa itu berasal dari setan, kecuali dalam lima hal: memberi makan jika tamu telah datang, segera mengurus jenazah jika seseorang wafat, menikahkan gadis jika telah cukup usia, melunasi hutang jika telah jatuh tempo, dan segera bertaubat dari dosa jika telah berbuat dosa.” (Hilyatul Auliya’ karya syaikh Abu Nu’aim al Ashbahani, VIII/78)

Pertama: Segera Menyajikan Makanan untuk Tamu

Sebagaimana yang dilakukan oleh nabi Ibrahim ‘alaihissalam ketika kedatangan tamu yang mulia yang tidak beliau kenali. Allah ﷻ menceritakan:

فَرَاغَ إِلَىٰٓ أَهۡلِهِۦ فَجَآءَ بِعِجۡلٖ سَمِينٖ  ٢٦

Baca Juga:  Rubrik Ngudoroso: "Jangan Serampangan"

Artinya: “Kemudian, dia (Ibrahim) pergi diam-diam menemui keluarganya, lalu datang (kembali) membawa (daging) anak sapi gemuk (yang dibakar).” (QS. Adz-Dzariyat: 26)

Yang dimaksud dengan ‘raagha ilaa ahlihi’, yakni dengan cepat dan tanpa diketahui, untk menyiapkan jamuan bagi tamunya. (lihat tafsir As-Sa’di pada surat Adz-Dzariyat: 26)

Kedua: Segera Mengurus Jenazah

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,

أَسْرِعُوا بِالْجِنَازَةِ، فَإِنْ تَكُ صَالِحَةً فَخَيْرٌ تُقَدِّمُونَهَا، وَإِنْ يَكُ سِوَى ذَلِكَ، فَشَرٌّ تَضَعُونَهُ عَنْ رِقَابِكُمْ

“Bersegeralah (dalam membawa) jenazah. Karena apabila jenazah itu dari orang saleh, berarti kalian telah mempercepat kebaikan untuknya. Dan jika tidak, berarti kalian telah menyingkirkan kejelekan dari pundak kalian.” (HR. Bukhari no. 1315 dan Muslim no. 944)

Tujuan dari disegerakannya pengurusan jenazah adalah agar jenazah dapat segera dimakamkan sebelum mengalami kerusakan fisik akibat penundaan. Semakin lama jenazah dibiarkan, semakin besar kemungkinan timbulnya bau dan perubahan yang tidak layak, yang bisa menyulitkan proses pengurusan berikutnya.

Sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Ruslan dalam Syarh Sunan Abi Dawud ketika menjelaskan hadits:

وَعَجِّلُوا، فَإِنَّهُ لا يَنبَغِي لِجِيفَةِ مُسْلِمٍ أَنْ تُحْبَسَ بَيْنَ ظَهْرَانَي أَهْلِهِ.

Artinya: “Segerakanlah (pengurusan jenazah), karena tidak sepantasnya jenazah seorang Muslim ditahan di tengah-tengah keluarganya.” (HR. Abu Dawud, no: 3159)

وَعَجِّلُوا:

Artinya: Segerakanlah (dalam pengurusan, yakni jenazah), karena mengurus jenazah itu termasuk ibadah, dan bersegera dalam ibadah adalah lebih utama. Juga karena dikhawatirkan jenazah akan mengalami kerusakan (perubahan fisik) jika ditunda-tunda. (Syarh Sunan Abi Dawud karya Ibnu Ruslan, jil 13, hlm: 408)

Ketiga: Segera Menikahkan Anak Gadis Bila Sudah Dewasa

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ

Artinya: “Apabila datang kepada kalian seorang laki-laki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya untuk melamar (anak perempuan kalian), maka nikahkanlah dia. Jika kalian tidak melakukannya, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. at-Tirmidzi, no. 1084)

Dr. Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin mengatakan, “ketika para pemuda telah mencapai usia layak menikah, mereka berada dalam kondisi yang mendesak untuk mencari pasangan dan mengajukan perminangan.

Baca Juga:  Tafsir Isti'adzah: Kekuatan Spiritual dalam Menghadapi Godaan Syaitan

Demikian pula halnya dengan para perempuan. Ketika mereka telah mencapai usia haid, maka kebutuhan untuk menikah juga mendesak. Para pemuda membutuhkan peran wali untuk menikahkan dan membantu mereka, dan para gadis pun memerlukan peran wali agar tidak menunda-nunda pernikahan mereka.” (Syarh Sunan At-Tirmidzi versi digital: Dr. Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin – lihat di www.ibn-jebreen.com)

Keempat: Segera dalam Melunasi Hutang

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻣَﻄْﻞُ ﺍﻟْﻐَﻨِﻰِّ ﻇُﻠْﻢٌ ، ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃُﺗْﺒِﻊَ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻠِﻰٍّ ﻓَﻠْﻴَﺘْﺒَﻊْ ‏

Artinya: “Penundaan pelunasan hutang oleh orang yang mampu adalah sebuah kezaliman, maka jika hutang kalian ditanggung oleh orang lain yang mampu maka setujuilah” (HR. Bukhari, no.2166).

Syaikh As Sa’di Rahimahullah menjelaskan, “Mempersulit penunaian hak orang lain yang wajib ditunaikan adalah sebuah kezaliman. Karena dengan melakukan demikian, maka ia meninggalkan kewajiban untuk berbuat adil. Orang yang mampu wajib untuk bersegera menunaikan hak orang lain yang wajib atasnya. Tanpa harus membuat si pemilik hak tersebut untuk meminta, mengemis atau mengeluh. Orang yang menunda menunaikan hak padahal ia mampu, maka ia orang yang zalim” (Bahjatul Qulubil Abrar, hal.95).

Kelima: Segera bertaubat

Allah ﷻ berfirman:

۞وَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ  ١٣٣

Artinya: “Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: ayat 133).

Dalam ayat lain, Allah ﷻ juga berfirman:

سَابِقُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا كَعَرۡضِ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ

Artinya: “Berlombalah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga yang lebarnya (luasnya) selebar langit dan bumi,(QS. Al-Hadid: ayat 21)

Demikian beberapa sikap tergesa-gesa atau bersegera yang dianjurkan. Mudah-mudahan kita diberikan petunjuk dan kemudahan untuk mengetahui kebaikan dan mampu mengerjakannya, serta diberikan kemampuan mengetahui yang buruk dan sekaligus mampu meninggalkannya.

(Disalin dan disesuaikan dari buku Materi Kultum Al-Furqon yang disusun oleh Ustadz Hasan Abu Ayyub)