KHUTBAH PERTAMA
الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَه لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن.
أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Jamaah Jum’ah rahimakumullah
Dalam syari’at Islam, laki-laki atau suami memiliki kewajiban menanggung nafkah istri. Jabir radhiyallahu ‘anhu mengisahkan bahwa Nabi ﷺ bersabda:
اِتَّقُوا اللهَ فِي النِّسَاءِ، فَإِنَّهُنَّ عَوَانٍ عِنْدَكُمْ، أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانَةِ اللهِ، وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ، وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Bertakwalah kalian dalam urusan wanita, sebab mereka bagaikan tawanan di sisi kalian. Kalian mengambil mereka dengan amanah Allah, dan kalian menghalalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. Mereka memiliki hak untuk mendapatkan rezeki dan pakaian dari kalian dengan cara yang ma’ruf.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi)
Hadits ini menegaskan bahwa nafkah istri dan keluarga bukan sekadar beban, melainkan amanah besar yang harus dipenuhi oleh seorang suami. Disamping sebagai kewajiban, bekerja dan mencari nafkah juga mengandung keutamaan yang sangat besar di sisi Allah.
Pertama: Nafkah seorang suami kepada istri dinilai sadaqah yang berpahala
diriwayatkan dari Sa’d bin Abi Waqash radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بها وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا، حتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فِي امْرأَتِكَ.
“Tidaklah engkau memberikan nafkah yang engkau maksudkan dengannya untuk mencari wajah Allah, melainkan engkau akan diberi pahala atasnya — hingga (nafkah berupa) sesuap makanan yang engkau letakkan di mulut istrimu.” (HR. Bukhari, no. 56)
Kedua: bekerja dalam rangka mencari nafkah termasuk fii sabilillah
Suatu ketika ada seorang laki-laki lewat di hadapan Nabi ﷺ. Para sahabat Rasulullah ﷺ melihat semangat dan kekuatan orang itu, lalu berkata:
“Wahai Rasulullah, seandainya saja (semangat) ini digunakan di jalan Allah…”
Maka rasulullah ﷺ bersabda:
إِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى وَلَدِهِ صِغَارًا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى أَبَوَيْنِ شَيْخَيْنِ كَبِيرَيْنِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ يُعِفُّهَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى رِيَاءً وَمُفَاخَرَةً فَهُوَ فِي سَبِيلِ الشَّيْطَانِ
“Jika ia keluar untuk bekerja demi menafkahi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu di jalan Allah. Jika ia keluar untuk bekerja demi menafkahi kedua orang tuanya yang sudah tua renta, maka itu di jalan Allah. Jika ia keluar untuk bekerja demi mencukupi dirinya agar tidak meminta-minta, maka itu di jalan Allah. Tetapi jika ia keluar untuk riya’ (pamer) dan berbangga-bangga, maka itu di jalan setan.” (HR. Ath-Thabrani nomo 282)
Ketiga, Harta yang dinafkahkan semakin barakah
Dari Abu Hurairah, Nabi ﷺ bersabda,
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفً
“Tidaklah para hamba memasuki suatu pagi, melainkan ada dua malaikat yang turun. Salah satunya berdoa: ‘Ya Allah, berikanlah ganti (yang lebih baik) kepada orang yang berinfak.’ Sedangkan yang satunya lagi berdoa: ‘Ya Allah, berikanlah kebinasaan (kerugian) kepada orang yang menahan hartanya (tidak mau bersedekah).’” (HR. Bukhari no. 1442 dan Muslim no. 1010).
Nafkah suami kepada istri termasuk infaq, sehingga termasuk dalam keutamaan hadits ini.
Keempat, Nafkah kepada keluarga lebih utama dari sedekah sunnah
Rasulullah ﷺ bersabda,
دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
“Satu dinar yang engkau nafkahkan di jalan Allah, satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan satu dinar yang engkau belanjakan untuk keluargamu, maka yang paling besar pahalanya adalah yang engkau belanjakan untuk keluargamu.” (HR. Muslim no. 995)
Di dalam kitab Syarh Shahih Muslim, Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa hadits ini berisi anjuran untuk memberikan nafkah kepada keluarga, serta menegaskan besarnya pahala yang terkandung di dalamnya. Bahkan beliau menyebutkan, infak seseorang kepada keluarganya lebih utama dibandingkan sedekah sunnah yang diberikan kepada orang lain.
Kelima, Nafkah kepada keluarga menjadi penghalang dari siksa neraka
Sayyidah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
دَخَلَتْ امْرَأَةٌ مَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا تَسْأَلُ فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِي شَيْئًا غَيْرَ تَمْرَةٍ فَأَعْطَيْتُهَا إِيَّاهَا فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ فَدَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْنَا فَأَخْبَرْتُهُ فَقَالَ
“Seorang wanita masuk menemuiku bersama dua anak perempuannya untuk meminta sesuatu. Namun aku tidak memiliki apapun selain sebutir kurma, lalu aku memberikannya kepadanya. Ia pun membagi kurma itu kepada kedua anak perempuannya dan ia sendiri tidak memakannya. Setelah itu ia berdiri lalu pergi. Tidak lama kemudian Nabi ﷺ masuk menemuiku, lalu aku ceritakan peristiwa itu kepada beliau. Maka beliau bersabda:
مَنِ ابْتُلِيَ مِنْ هَذِهِ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ
‘Barangsiapa yang diuji dengan anak-anak perempuan ini, lalu ia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka.’” (HR. Bukhari no. 1418 dan Muslim no. 2629).
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Bekerja dan menafkahi keluarga bukan sekadar kewajiban, tetapi juga jalan meraih pahala besar di sisi Allah ﷻ. Semoga kita termasuk hamba-hamba yang ikhlas mencari nafkah, lalu menjadikannya amal shalih yang mendekatkan kepada ridha-Nya.
وَٱلۡعَصۡرِ ١ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَفِي خُسۡرٍ ٢ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ ٣
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
فَيَاعِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ اْلعَظِيْمِ “إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ, يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ أَعْمَالَنَا كُلَّهَا صَالِحَةً، وَاجْعَلْهَا لِوَجْهِكَ خَالِصَةً، وَلَا تَجْعَلْ ِلأَحَدٍ فِيْهَا شَيْئًا.
اَللَّهُمَّ بَارِكْ فِي أَعْمَارِنَا وَأَرْزَاقِنَا وَأَهْلِينَا وَذُرِّيَّاتِنَا، وَاجْعَلْنَا مِنْ عِبَادِكَ الْمُتَّقِينَ الَّذِينَ تُفِيْضُ عَلَيْهِمُ الْخَيْرَاتِ وَتَنْزِلُ عَلَيْهِمُ الْبَرَكَاتِ.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ، وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ هُدًى وَتُقًى وَعَفَافًا وَغِنًى وَاعْصِمْنَا مِنَ التَّبْذِيرِ وَالْإِسْرَافِ وَاجْعَلْنَا مِنَ الشَّاكِرِينَ لِنِعَمِكَ.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْـحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.