Pengertian Udhiyyah

الأُضْحِيَّةُ هِيَ مَا يُذْبَحُ فِي الْبُيُوتِ يَوْمَ الْعِيدِ وَأَيَّامِ التَّشْرِيقِ تَقَرُّبًا إِلَى اللهِ تَعَالَى

“Udhiyah (hewan kurban) adalah hewan yang disembelih di rumah-rumah pada hari ‘Id dan hari-hari tasyriq sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah Ta‘ala.” (Mulakhashul Fiqhi Syaikh Fauzan, hal. 213, Daar Ibnil Jauzy. Dan juga dalam kitab Minhajul Muslim, hal. 264, Darul ‘Aqidah)

Dalam kitab Minhajul Muslim disebutkan dengan redaksi yang tidak jauh berbeda, bahwa yang dimaksud udhiyyah yaitu,

الأُضْحِيَّةُ هِيَ مَا يُذْبَحُ ضُحًى يَوْمَ الْعِيدِ تَقَرُّبًا إِلَى اللهِ تَعَالَى

“Udhhiyah (hewan kurban) adalah sesuatu yang disembelih pada waktu dhuha di hari Id (iduladha) sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah Ta‘ala.” (Minhajul Muslim, hal. 264, Darul ‘Aqidah)

Dari sini dapat dipahami bahwa penyembelihan hewan kurban di hari tasyriq dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga, kalau ada orang yahudi ataupun nashrani yang melaksanakan penyembelihan di hari-hari tasyriq, tidak termasuk kategori berkurban atau udhiyyah. Dikarenakan mereka melaksanakan hal tersebut tanpa disertai iman dan tentu saja bukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.

Hukum Udhiyyah

Kurban atau udhiyyah menurut pendapat yang kuat hukumnya adalah sunnah wajibah atau sunnah mu’akkadah bagi mereka yang mampu melaksanakannya, bahkan sebagian ulama ada yang mengatakan wajibnya udhiyyah ini. Sebagaimana dalil-dalil berikut:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيْمَةِ الأَنْعَمِ…

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka.” (QS. Al-Hajj: 34)

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka dirikanlah salat karena Rabb-mu dan berkurbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 2)

عن أنَسٍ بْنِ مَالِكٍ قال : ضَحَى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ, ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَ سَمَّى وَ كَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا

Dari Anas bin Malik radhiyallāhu ‘anhu, ia berkata, “Nabi ﷺ berkurban dengan dua ekor domba yang putih bercampur hitam dan bertanduk. Beliau menyembelih keduanya dengan tangannya sendiri, membaca basmalah dan takbir, serta meletakkan kaki beliau di atas sisi leher (domba) tersebut.” (HR. Bukhari, no. 5558; Muslim, no. 1966)

Fadhilah Kurban

Kurban adalah ibadah yang agung dan mulia, di dalamnya terdapat keutamaan yang luar biasa. Di antaranya:

Baca Juga:  Membongkar Hoaks dan Urgensi Tabayyun: Menelusuri Makna QS al-Hujurat ayat ke-6

Orang yang berkurban berarti ia telah menghidupkan sunnah Abul Anbiyā’ Ibrahim ‘alaihissalām dan tentunya sunnah Rasūlillāh ṣallallāhu ‘alaihi wasallam, yang dengannya mereka patut mendapatkan aneka kemuliaan.

مَنْ تَمَسَّكَ بِسُنَّتِي عِنْدَ فَسَادِ أُمَّتِي فَلَهُ أَجْرُ مِائَةَ شَهِيْدًا

“Barangsiapa berpegang teguh dengan sunnahku ketika umat ini rusak, maka baginya pahala seratus orang yang mati syahid.” (HR. Al-Baghawi, Mishbāḥ as-Sunnah, no. 163, dengan sanad hasan)

Dari ‘Amr bin ‘Auf bin Zaid al-Muzani raḍiyallāhu ‘anhu, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِي فَعَمِلَ بِهَا النَّاسُ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا

“Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun.” (HR. Ibnu Majah, no. 209. Syaikh Al-Albani menshahihkannya dalam kitab Shahih Ibnu Majah, no. 173)

Juga, orang yang berkurban dijanjikan mendapatkan aneka kebaikan (baca: pahala) yang berlipat-lipat. Hal ini sebagaimana yang disabdakan Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wasallam dalam banyak hadits, meski sebagian ada yang dhaif, tetapi satu dengan lainnya saling menguatkan.

Salah satunya dari ‘Aisyah raḍiyallāhu ‘anha, Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

“Tidaklah pada hari nahr manusia beramal suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah daripada mengalirkan darah dari hewan qurban. Ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, dan rambut hewan qurban tersebut. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridha) Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban.” (HR. Ibnu Majah no. 3126 dan Tirmidzi no. 1493. At-Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan, sedang Syaikh Al-Albani mengatakan hadits ini dha’if)

Dari Abu Daud, dari Zaid bin Arqam, dia berkata, “Para sahabat Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bertanya:

يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الأَضَاحِيُّ؟ قَالَ سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ. قَالُوا فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ. قَالُوا فَالْصُّوفُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنَ الصُّوفِ حَسَنَةٌ.

Baca Juga:  Rubrik Ngudoroso: "Jangan Serampangan"

“Wahai Rasulullah, apakah maksud dari hewan-hewan kurban seperti ini?” Beliau bersabda: “Ini merupakan sunnah (ajaran) bapak kalian, Ibrahim.” Mereka bertanya lagi: “Wahai Rasulullah, lantas apa yang akan kami dapatkan dengannya?” Beliau menjawab: “Setiap helai rambut terdapat kebaikan.” Mereka berkata: “Bagaimana dengan bulu-bulunya wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Pada setiap helai bulu-bulunya terdapat suatu kebaikan.” (HR. Ibnu Majah no. 3127. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini dha’if jiddan)

Dari Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu ia berkata, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

“Barangsiapa memiliki kelapangan dan dia belum kurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah 3132, Ahmad II/321, Al-Hakim II/389, Daruquthni IV/285, Baihaqi IX/260)

Hikmah Disyariatkannya Kurban

Ibadah kurban memiliki hikmah yang sangat besar, baik bagi pelakunya maupun orang lain:

  • Sarana mendekatkan diri kepada Allah

Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 2)

  • Menghidupkan sunnah Ibrahim ‘alaihissalam

Allah telah mewahyukan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam untuk menyembelih anaknya, yakni Ismail ‘alaihissalam. Namun Allah kemudian menggantikannya dengan seekor domba, maka beliau menyembelih domba tersebut sebagai ganti Ismail ‘alaihissalam. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ

“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shaffat: 107)

  • Memberikan kelapangan dan bantuan

Khususnya kepada keluarga dan memberikan kasih sayang kepada kaum fakir miskin.

  • Wujud rasa syukur kepada Allah

Demikianlah Allah menundukkan binatang ternak bagi kita, sebagaimana firman Allah:

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ. كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ. لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ

“…Maka makanlah sebagian darinya dan berilah makan kepada orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya…” (QS. Al-Hajj: 36–37)

Selanjutnya:

Fiqih Kurban Bagian ke-2

Fiqih Kurban Bagian ke-3

Fiqih Kurban Bagian ke-4

Fiqih Kurban Bagian ke-5